Menu

Mode Gelap
Lima Mahasiswa Prodi KPI UIN Gusdur Pekalongan Selesaikan PPL di Warta Nasional Upaya Munaslub Golkar Menguat dan Kabarnya Sudah Dapat Restu Istana, Apakah Sekedar Wacana Saja? Innalillahi, Mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali Dikabarkan Meninggal Dunia Ngobrol Santai Bareng Praktisi Hukum soal Sadar Hukum Bagi Pelajar Satpol PP Pemalang dan Bea Cukai Tegal Amankan Rokok Ilegal, 672 Ribu Batang Disita BRI KC Pemalang Kembali Berikan Promo Menarik! Transaksi Gunakan QRIS BRImo di Kanara Semakin Untung

Opini

Upaya Munaslub Golkar Menguat dan Kabarnya Sudah Dapat Restu Istana, Apakah Sekedar Wacana Saja?

badge-check


					Ketum Golkar Bahlil Lahadalia Perbesar

Ketum Golkar Bahlil Lahadalia

WARTA NASIONAL – SUASANA internal Partai Golkar kembali memanas. Pemicunya tak lain tak bukan karena ada upaya Munaslub lengserkan sang ketumnya, Bahlil Lahadalia.

Sama seperti ketika Ketum sebelumnya, Airlangga Hartarto juga diancam di munaslub kan di akhir-akhir periode jabatannya.

Wacana musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Partai Golkar kembali mencuat ke permukaan, kali ini dengan target mengganti Bahlil Lahadalia dari kursi Ketua Umum. Sebuah manuver politik yang sarat kepentingan, mengandung dinamika internal, serta menyimpan sinyal kuat tentang relasi kekuasaan antara elite partai, pemerintah, dan istana.

Bahlil, sosok yang semula hanya dikenal sebagai pengusaha muda dan loyalis Jokowi, kini berada di tengah pusaran politik besar. Pasca ditunjuk sebagai Ketua Umum Golkar versi kelompok tertentu (yang disebut sebagai hasil rekonsiliasi), Bahlil justru mengalami tekanan politik dari dalam.

Beberapa elite senior Partai Golkar mulai menggulirkan wacana munaslub dengan alasan bahwa kepemimpinannya tidak mencerminkan soliditas internal dan cenderung memicu ketegangan baru.

Ada beberapa hal yang menjadi pemantik isu munaslub ini. Pertama, loyalitas Bahlil terhadap Presiden Jokowi dianggap terlalu demonstratif. Dalam periode transisi pemerintahan menuju era Presiden Prabowo, sikap ini dinilai kontraproduktif.

Bahlil tidak hanya disebut sering tampil sebagai “juru bicara tak resmi” Jokowi, namun juga diduga berupaya mempertahankan jaringan kekuasaan lama melalui jalur partai. Di mata sebagian elite Golkar, hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa Bahlil tengah menjadikan partai sebagai alat perpanjangan tangan pengaruh Jokowi, bukan sebagai mesin politik mandiri yang seharusnya menyatu dengan kekuasaan baru.

Kedua, performa Bahlil sebagai Menteri ESDM pun ikut diperkarakan. Sejak dilantik menggantikan Arifin Tasrif, kinerjanya dinilai belum menunjukkan perbaikan berarti. Beberapa kebijakan energi yang ia ambil justru menimbulkan kebingungan publik serta dianggap blunder oleh berbagai kalangan, termasuk oleh ekonom dan pelaku industri.

Kegagalan dalam menyampaikan roadmap transisi energi, kebijakan pertambangan yang inkonsisten, hingga komunikasi yang buruk soal harga BBM, dianggap menurunkan citra kabinet Prabowo secara keseluruhan. Kritik ini kian nyaring terdengar seiring dengan menurunnya kepuasan publik terhadap sektor energi di awal pemerintahan Prabowo.

Situasi ini menjadi kompleks ketika muncul kabar bahwa wacana munaslub Golkar telah mendapatkan restu dari lingkaran dalam Istana. Jika kabar ini benar, maka posisi Bahlil tidak hanya terancam dari dalam partai, tetapi juga dari penguasa negara. Golkar yang sejak lama dikenal sebagai partai yang lihai membaca arah angin kekuasaan, tampaknya sedang bersiap melakukan reposisi. Bahlil, yang dulunya merupakan “aset politik Jokowi”, kini mulai dianggap sebagai liabilitas bagi Golkar dalam menyongsong era Prabowo-Gibran.

Menyadari ancaman ini, Bahlil pun tak tinggal diam. Ia mulai melakukan konsolidasi besar-besaran ke seluruh jajaran pimpinan daerah partai. Mulai dari tingkat provinsi (DPD I) hingga kabupaten/kota (DPD II), Bahlil terus bergerak dan “turun ke bawah”.

Langkah ini seolah menjadi upaya menyelamatkan posisi melalui jalur legitimasi struktural partai. Ia tahu betul bahwa dalam dinamika Golkar, kekuatan basis daerah kerap menjadi penentu dalam arena munaslub.

Namun, pertanyaannya: apakah Bahlil memiliki cukup loyalis di akar rumput partai untuk menahan gelombang tekanan dari elite pusat?

Konsolidasi politik yang dilakukan Bahlil bisa saja menjadi perlawanan senyap terhadap kekuatan yang mencoba menyingkirkannya. Namun jika tekanan dari elite Golkar dan sinyal Istana terus menguat, peluang bertahannya Bahlil sangat kecil. Apalagi jika elektabilitas Prabowo terus dikaitkan dengan kegagalan kinerja kementerian yang dipimpinnya, maka posisinya akan makin sulit dipertahankan.

Dari perspektif politik nasional, wacana munaslub Golkar bukan hanya tentang pergantian ketua umum, tetapi tentang penyesuaian partai terhadap realitas kekuasaan baru. Golkar tidak pernah nyaman berada di luar lingkaran kekuasaan, dan mereka akan terus melakukan penataan agar tetap relevan secara politik. Maka, jika Bahlil dianggap tidak selaras dengan orbit Prabowo-Gibran, besar kemungkinan ia akan digeser.

Munaslub ini bisa menjadi batu ujian pertama sejauh mana Prabowo mampu mengonsolidasikan kekuatan politik nasional di luar partai Gerindra. Jika Golkar berhasil menurunkan Bahlil, itu bukan hanya kemenangan bagi elite partai, tetapi juga sinyal bahwa loyalitas pada Jokowi perlahan mulai ditinggalkan oleh para pemain besar.

Di ujung pertarungan ini, kita bisa menyaksikan bagaimana kekuasaan memaksa politik untuk terus beradaptasi. Dan Bahlil, yang dulunya simbol regenerasi dan keterbukaan di tubuh Golkar, kini bisa jadi hanya satu bab dalam kisah panjang tentang bagaimana kekuasaan memilih siapa yang layak bertahan. ***

Baca Lainnya

Zohran Mamdani: Harapan dari Minoritas untuk Mewarnai Politik Amerika

2 Juli 2025 - 04:09 WIB

Ciptadi Prasetyo, ST

Keberanian Memimpin di Tengah Ketakutan: Pelajaran dari Kemenangan Mamdani

30 Juni 2025 - 04:05 WIB

dr. Darmanto, SH, M.Kes, SpPD, FINASIM, FISQua

Menanti Janji Kampanye Bupati dan Wakilnya

16 Juni 2025 - 08:41 WIB

Untung Budiarso

Prabowo Aman, Maka Gibran Juga Aman

12 Juni 2025 - 05:59 WIB

Tony Rosyid

Perubahan Perilaku Diri Sendiri, Sebelum Merubah Orang Lain

16 Mei 2025 - 02:39 WIB

Ciptadi Prasetyo, ST
Trending di Opini