Menu

Mode Gelap
Gus Harun Dorong Peran Pemuda dalam Mengawal Kebijakan Pembangunan Pertanian di Jateng Dialog Mendalam di Posbankum Kramas, Menteri Hukum Soroti Peran Restorative Justice Jadwal Acara TV Trans 7, Trans TV, Indosiar, SCTV dan MDTV, Senin 17 November 2025: On The Spot hingga Makan Enak Jadwal Acara TV ANTV, RCTI, GTV, MNCTV dan GTV, Senin 17 November 2025: Takdir Cinta Layla hingga SpongeBob SquarePants Gandeng PWI, TP PKK Pemalang Adakan Penanaman Pohon di Kawasan Objek Wisata Bukit Tangkeban Resmi Ditutup MTQ Tingkat Jateng 2025, Prof Yuyun Affandi: Nilai-Nilai Qurani sebagai Pondasi Revolusi Moral

Opini

Laki-laki dan Potensi Imamnya

badge-check


					Lukman Hakim,S.H.I.,M.H Perbesar

Lukman Hakim,S.H.I.,M.H

Oleh: Lukman Hakim,S.H.I.,M.H.

WARTA NASIONAL – Dalam kehidupan bersosial maupun kehidupan berkeluarga, laki-laki dan potensi imamnya sebenarnya bukan dibentuk oleh budaya maupun adat istiadatnya. Meski paradigma patriarkhi –juga khususnya di jawa – dalam sepanjang sejarah kodifikasi fiqh sunny dan sistem masyarakat umum yang membentuknya seperti di indonesia cukup established dan sangat kental.

Dan hanya di beberapa daerah saja di indonesia yang menganut paham Matrilineal, yang kemudian bisa saja peran laki-laki menjadi subordinat perempuan. Atau paling tidak peran laki-laki tidak dianggap berada di depan dibanding perempuan.

Karena susunan hormon tubuhnya yang menampakkan kekar. Dari simbol jambang, kumis, jenggot dan ototnya di badan menunjukkan karakter laki-laki lebih terlihat kuat secara simbolik. Serta cara berfikir mereka yang tidak mengandalkan banyak perasaannya, menjadi lebih menonjolkan karakter imam ataupun pemimpin yang karena perpaduan akal dan rasa begitu seimbang. Sehingga, ketika mereka beradaptasi dengan budaya di lingkungannya, bukan malah kontradiktif. Namun begitu mudahnya diterima sebagai simbol pemimpin.

Terbukti, ketika dalam sistem perkawinan seorang laki-laki dengan mudahnya diterima berada di depan untuk memimpin bahtera rumah tangga. Juga dalam potensi tanggung jawab secara umum, berada di depan pula. Bahkan dalam sistem yang linier dengan perkawinan, – yakni kewarisan – menempati posisi yang hampir sama. Sehingga wajar, jika laki-laki berada pada urutan nomor satu dalam rumah tangga di semua tanggung jawabnya.

Hal ini, tanpa menepis sistem modern pada masyarakat urban. Yang peran laki-laki dan wanita menempati posisi sama dalam tanggung jawab terhadap keluarganya. Karena, banyaknya wanita karier pada masyarakat modern, yang memberi peluang terhadap kaum wanita untuk sama-sama menopang kehidupan rumah tangga.

Namun faktor kodrati, menempatkan keduanya tidak pernah sama – atau dalam batasan minimalnya tidak terganggu-, di mana kondisi ini patut kita akui bersama. Seperti tanggung jawab full yang dibebankan kepada laki-laki akan berbeda kepada perempuan yang disebabkan oleh faktor seperti masa kehamilan, masa menyusui juga masa haidh yang terkadang memotong presensi kerja maupun aktivitas ibadah. Ini harus disadari, jika semua faktor tadi tidak menjadikan sama perannya saat berada di publik, bukan domestik.

Sehingga mengharuskan perempuan, – dengan masa-masanya tadi – untuk berhenti sejenak dari kerumitan publik kemudian focus bidang domestik seperti memelihara anak, dengan segala kompleksitasnya dari masa merawat saat kecil, melalui kasih sayangnya secara langsung sampai harus mengamati perkembangan psikologi anak yang tertumpu secara dominan pada seorang perempuan yang berposisi sebagai ibu.

Maka, tidak perlu heran jika laki-laki jauh mempunyai keleluasaan waktu di kehidupan sosial, lapangan kerja, juga mengatur secara umum kehidupan berumah tangga. Dan, tidak perlu heran pula jika seorang laki-laki patut menjadi imam shalat, karena tidak adanya faktor kodrati yang menghalangi tadi [yakni haidl dan hamil]. Meski, peran laki-laki bukan berarti menjadikannya superior atau merasa paling hebat, dan merasa paling kuat di atas perempuan.

Sebab, ada banyak contoh di masyarakat modern bahwa peran laki-laki dalam bidang kerja bisa saja kalah prestasi dengan kaum perempuan. Khususnya yang berkaitan dengan sistem akuntansi, tanggung jawab secara prinsip juga rasa disiplin dan ulet yang terkadang tidak dimiliki oleh kaum laki-laki secara baik.

Namun karena watak dasarnya laki-laki yang dibawa oleh faktor kodrati, biasanya laki-laki jika diremehkan jauh merasa lebih tersinggung. Apalagi jika ia dinomor duakan dalam semua hal, ia akan banyak berontak. Bahkan masalah hatipun, jika ia dinomor duakan pasti akan merasa sangat tersakiti. Ini secara konseptual yang menjadi potensi secara tidak langsung dari laki-laki sebagai simbol pemimpin atau imam.

*) Guru Bahasa Arab MTs Negeri 1 Pemalang

Baca Lainnya

Maknai Hari Pahlawan dengan Semangat Juang, Keteladanan dan Pengabdian untuk Rakyat

10 November 2025 - 12:06 WIB

Priwantoro, SE., S.Kom

Waspada Gula Tersembunyi: Belajar Baca Label Makanan

7 November 2025 - 11:12 WIB

dr. Darmanto, SH, M.Kes, SpPD, FINASIM, FISQua

Hari Pemuda dan Strategi ‘Langkah Kuda’ Membangun Pemalang

17 Oktober 2025 - 17:08 WIB

Tabayyun, Klarifikasi, Konfirmasi Cek Ulang Kebenaran Suatu Info

6 Oktober 2025 - 10:23 WIB

Masrifan Djamil

Tarik Ulur Seleksi Sekda: Brebes Butuh Birokrasi Bersih

14 September 2025 - 08:02 WIB

Aristianto Zamzami
Trending di Opini
error: Content is protected !!