Oleh: dr. Darmanto, SH, M.Kes, SpPD, FINASIM, FISQua
WARTA NASIONAL – Usia diatas 40 tahun adalah usia krusial karena saat itu biasanya produktivitas manusia yang masih di puncak. Namun ada rumus ilmiah Rule of 1% yang mau tidak mau akan terjadi pada manusia.
meskipun ada variasi penurunan atau perubahan yang ada di tiap tubuh seseorang tapi perubahan itu adalah suatu kemestian. Bertambahnya umur membuat tubuh pelan-pelan berubah. Mata tidak seterang dulu, tulisan mulai jadi mudah kabur.
Tangan kadang bergetar saat memegang kacamata, gigi sudah tak sekuat dulu sehingga lebih suka makanan lembut dan manis, dan pencernaan pun melambat.
Rasa haus sering terlambat datang, padahal cairan penting untuk menyeimbangkan tubuh. Metabolisme menurun, sehingga gula yang berlebih lebih gampang “menumpuk”. Di titik inilah banyak orang tanpa sadar tersandung: bukan karena gula pasir di meja makan, melainkan gula yang bersembunyi rapi di balik label makanan kemasan.
Dalam buku-buku gizi populer sering diingatkan bahwa pola makan sederhana lebih alami, lebih sedikit olahan membantu tubuh bekerja lebih ringan. Namun hidup modern tak selalu memberi pilihan. Ada susu rasa, biskuit “rendah lemak”, minuman teh kemasan, saus tomat, bahkan roti tawar “lembut” yang diam-diam menyimpan manis. Kuncinya bukan menakuti diri, melainkan menjadi pembaca label yang cerdas. “An ounce of prevention is worth a pound of cure,” kata pepatah yang kerap dikaitkan dengan Benjamin Franklin sedikit pencegahan hari ini menyelamatkan banyak hal esok hari.
Mulailah dari bagian porsi saji di tabel gizi. Banyak orang hanya melihat angka gula per sajian, padahal satu kemasan sering berisi dua bahkan tiga sajian. Jika tertera delapan gram gula per sajian dan kemasan memuat dua sajian, habis satu bungkus berarti enam belas gram masuk ke tubuh setara hampir empat sendok teh. Setelah itu, bedakan gula total dan gula tambahan.
Gula total bisa termasuk gula alami dari susu atau buah, sedangkan gula tambahan adalah manis yang ditambahkan saat pengolahan ini yang patut dibatasi. Banyak ahli gizi memakai patokan praktis sekitar dua puluh lima gram gula tambahan per hari kurang lebih enam sendok teh sebagai rem agar tidak kebablasan.
Nama gula juga suka menyamar. Di daftar bahan, ia muncul sebagai sukrosa, glukosa, fruktosa, maltosa, dekstrosa, sirup jagung, maltodekstrin, molase, madu, sirup kurma, hingga “brown sugar” dan gula kelapa. Kalau beberapa nama ini nongol di urutan awal, bisa ditebak: produk itu memang manis. Cara mudah membandingkan antarmerek adalah melihat kolom per 100 gram atau per 100 mililiter semakin kecil angkanya, semakin bersahabat untuk gula darah.
Pada akhirnya, membaca label bukan soal teori, melainkan kebiasaan kecil yang terus diulang. “We are what we repeatedly do,” kata sebuah kutipan yang mengingatkan kita bahwa kesehatan adalah akumulasi pilihan-pilihan sederhana. Setiap kali berbelanja, ambil kemasan, pakai kacamata, baca porsi saji, cek gula tambahan, dan tanyakan pada diri sendiri: apakah ini benar-benar perlu? Langkah kecil hari ini menjaga kita agar tak mudah terseret menuju diabetes, dan bagi yang sudah berisiko, membantu menjauh dari komplikasi. Pelan, konsisten, dan penuh sayang pada diri sendiri itulah cara terbaik merawat usia.***
*) Dokter yang juga aktivis sosial kemasyarakatan serta pegiat dunia digital















