WARTA NASIONAL – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah sukses gelar KPID Goes to Campus UMS yang bertemakan “Cakap Bermedia, Kritis Bersuara”.
Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa, (7/10) di Gedung J Seminar 1 Fakultas Komunikasi dan Informatika (FKI) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang dihadiri sekitar 100 peserta.
Kegiatan ini menghadirkan tiga narasumber kompeten yakni Budi Santoso perwakilan dari salah satu dosen Ilmu Komunikasi UMS, Hendrik Hutabarat dan Anas Syahirul Alim perwakilan langsung dari KPID Jawa Tengah.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan literasi mahasiswa mengenai regulasi penyiaran di Indonesia.
Dalam sambutannya, Dekan FKI UMS, Dr. Endah Sudarmilah, S.T., M.Eng., menyambut baik kegiatan ini sebagai upaya meningkatkan kesadaran kritis mahasiswa dalam bermedia.
Ia menyatakan bahwa materi yang disampaikan sangat kompeten dan relevan dengan ilmu komunikasi.
“Dari acara ini akan ada sesuatu yang sangat berharga, khususnya untuk Prodi Ilmu Komunikasi. Kita akan lanjutkan dengan Memorandum of Understanding (MoU) dan Memorandum of Agreement (MoA) yang insya Allah akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak,” ujar Endah.
Selain itu, menurut Endah, kegiatan ini juga menjadi bukti komitmen FKI terhadap pendidikan yang menjadi salah satu Catur Dharma Perguruan Tinggi melalui penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA) untuk kerja sama yang berkelanjutan.
Ia menjelaskan bahwa kerja sama tidak hanya pada sisi mahasiswa, tetapi mencakup seluruh aspek Catur Dharma Perguruan Tinggi UMS.
“Kerja sama ini akan mencakup pada Catur Dharma Perguruan Tinggi UMS yang meliputi Pendidikan, Pengabdian, Penelitian dan Al-Islam Kemuhammadiyahan,” jelasnya.
Endah berharap melalui kegiatan ini, KPID dapat berbagi ilmu dengan mahasiswa dan memberikan insight serta edukasi untuk kemajuan bidang ilmu komunikasi di FKI UMS.
“Al-Islam Kemuhammadiyahan itu kan salah satu ciri khasnya adalah dakwah dan itu tidak mungkin lepas dari KPID. Jadi harapannya nanti bisa dikolaborasikan dan dielaborasikan,” harap Dekan FKI itu.
Koordinator Bidang Kelembagaan KPID Jawa Tengah, Hendrik SP. Hutabarat, S.E., menekankan pentingnya kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan informasi di berbagai bentuk media.
“Di era disinformasi yang kian marak, literasi media menjadi keterampilan penting untuk membantu masyarakat bersikap kritis terhadap pesan-pesan media,” jelas Hendrik.
Ia menjelaskan empat pilar literasi digital yang harus dikuasai, yakni digital skill (keterampilan teknis), digital culture (membangun nilai kebangsaan), digital ethics (kesadaran etika), dan digital safety (perlindungan dari ancaman siber).
Hendrik juga menguraikan tugas KPID sebagai lembaga independen yang menjamin masyarakat memperoleh informasi layak, membangun persaingan sehat antarlembaga penyiaran, serta menampung pengaduan masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.
Ia mengingatkan tujuh kekeliruan media yang harus diwaspadai oleh mahasiswa, “Tujuh kekeliruan yang biasa kita temukan, diantaranya Distorsi Informasi, Dramatisasi Fakta Palsu, Mengganggu ‘Privacy’, Pembunuhan Karakter, Eksploitasi Seks, Meracuni Benak Pikiran Anak-anak, Penyalahgunaan Kekuasaan,” paparnya.
Di samping itu, Dr. Budi Santoso, M.Si., selaku narasumber kedua membahas tentang kebebasan berpendapat dalam hukum di Indonesia. Ia merujuk pada UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang menjamin kemerdekaan pers dan hak menyampaikan informasi.
“Kebebasan berbicara adalah hak, tetapi mempertanggungjawabkan segala informasi yang kita bagikan adalah kewajiban,” tegas Budi.
Ia menjelaskan bahwa kebebasan berbicara bukan tanpa batas. Setiap penyampaian informasi harus menghindari fitnah, hoaks, ujaran kebencian, atau diskriminasi, serta tetap menjaga kepentingan publik. Lembaga penyiaran dan pers wajib menjalankan kode etik jurnalistik dan fungsi etika profesi.
“Pers itu punya kode etik jurnalistik sebagai bagian dari etika profesi yang membatasi sekaligus membebaskan para wartawan,” ungkapnya.
Anas Syahirul Alim, S.Sos., M.M., sebagai narasumber ketiga menyoroti perkembangan media dan tantangan di dunia maya. Ia memaparkan data pengguna internet Indonesia yang didominasi Generasi Z (34,40%) dan Milenial (30,62%).
Menurut Anas, salah satu tantangan yang dihadapi oleh KPID adalah turunnya minat Generasi Z (sebagai salah satu adopter media terbanyak) terhadap media konvensional seperti televisi dan radio.
Menurutnya KPID telah melakukan langkah konkrit dalam menjawab tantangan tersebut.
“Sejauh ini kami telah melakukan kampanye konvergensi media. Jadi sekarang radio wajib punya akun media sosial seperti instagram dan tiktok,” pungkasnya.
Anas mengingatkan enam jenis konten negatif berdasarkan UU ITE, yaitu pelanggaran kesusilaan, perjudian, penghinaan, pemerasan, penyebaran berita bohong, dan penyebaran kebencian berdasarkan SARA. Ia juga menyoroti fenomena perundungan di ruang digital (cyberbullying) yang dapat memicu kekerasan fisik di dunia nyata.
“Menyebarkan berita bohong bisa dipidana penjara hingga enam tahun dan denda Rp1 miliar sesuai Pasal 28 Ayat 1 UU ITE No. 19 Tahun 2016,” jelas Anas.
Ia mengajak mahasiswa sebagai bagian dari Society 5.0 untuk memanfaatkan teknologi digital secara bijak dan bertanggung jawab.
Seminar yang dimoderatori Intan Nurlaili, S.Sos., dari KPID Jawa Tengah ini berlangsung interaktif dan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa dalam memanfaatkan media secara cerdas dan kritis di era digital.***