WARTA NASIONAL – Rencana aksi demonstrasi yang akan digelar di depan Pendopo Kabupaten Pemalang, pada Kamis 4 September 2025 mendatang, dinilai sebagai puncak dari kebuntuan komunikasi politik antara Pemerintah Daerah (Pemda) dan elemen masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Slamet Efendi, seorang aktivis yang melihat adanya kesenjangan antara janji politik dan realisasi program.
SE sapaan akrab Slamet Efendi menyoroti proyek pembangunan city walk yang dianggap menyimpang dari janji politik pasangan Bupati Pemalang Anom Widiyantoro dan dan Wakil Bupati Pemalang Nurkholes.

Menurut mantan Dirut Perumda Air Minum Tirta Mulia Kabupaten Pemalang itu, proyek tersebut tidak termasuk dalam 12 program prioritas yang seharusnya didahulukan.
“Proyek city walk ini merupakan penyimpangan dari janji politik bupati dan wakil bupati terpilih karena tidak masuk dalam 12 program prioritas,” kata Slamet.
Ia berpendapat bahwa di tahun pertama masa jabatan, fokus seharusnya pada pelaksanaan program-program prioritas yang telah dijanjikan kepada masyarakat.
Program tersebut, lanjutnya, adalah wujud dari janji politik yang harus dijalankan oleh seluruh dinas terkait.
“Semua dinas wajib menjabarkan dan melaksanakan apa yang menjadi program prioritas tersebut,” tegas mantan Anggota DPRD Jateng itu.
SE juga menyoroti peran Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) yang seharusnya lebih proaktif.
Menurutnya, kebuntuan komunikasi antara Pemda dan masyarakat harus segera ditangani oleh Kesbangpol agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Ia menyayangkan Bakesbangpol Pemalang yang terkesan membiarkan dan berpangku tangan dalam menghadapi permasalahan yang ada.
“Bakesbangpol bertugas menjadi fasilitator antara pemerintah dengan elemen masyarakat, menekankan pentingnya peran lembaga tersebut sebagai mediator untuk membina organisasi kemasyarakatan (ormas),” imbuhnya.
Di samping isu proyek city walk, SE juga mengomentari pembatalan acara Inspiring Teacher yang seharusnya digelar pada 30 Agustus 2025.
Menurutnya, acara tersebut penting untuk para pendidik dan seharusnya tetap berjalan untuk menunjukkan esensinya. Pembatalan ini, kata SE, memperkuat dugaan bahwa acara tersebut bukan sekadar ajang berkumpul, melainkan sarat politisasi.
“Dengan dibatalkannya acara ini, memperkuat dugaan bahwa yang dituduhkan oleh para aktivis itu benar adanya, dan mengindikasikan adanya kekhawatiran dari pihak lain yang berujung pada pembatalan acara tersebut,” pungkasnya.***