Oleh: Masrifan Djamil*
WARTANASIONAL.COM – Negeri kita kaya dengan pengajian, hasil kajiannya terhadap umat sudah nampak baiknya, misalnya shalat Jum’at dimana-mana jamaahnya selalu penuh dan meluap keluar masjid. Kehidupan keagamaan bergairah dilaksanakan umat, misalnya pembangunan dan rehab masjid terus digiatkan, adzan bergema dimana-mana, shalat berjamaah mulai bergairah, meskipun belum merata 5 waktu.
Semua amalam agama Islam telah dilaksanakan dengan baik, dari sejak bayi di kandungan sampai pemakaman jenazah. Meskipun ada perbedaan kecil-kecil dalam furu’iyah (cabang ibadah) namun tak ada khilafiyah dalam keyakinan (iman) dan rukun Islam. Sungguh beruntung umat Islam di Indonesia.
Namun perbedaan pengamalam syariat karena beda pemahaman dan madzhab, bisa berpotensi membahayakan umat, misal penghakiman sendiri oleh sekelompok umat, untuk menghentikan seorang ustadz hadir dalam pengajian. Masih mau menerima uang money politic atau suap-menyuap di berbagai aspek kehidupan, baik pejabatnya (penerima) maupun rakyatnya yg mayoritas umat islam.
Dan…..jumlah umat yang menjalankan ibadah shalat, zakat dan puasa romadlon belum 100%. PR besar bagi para pemimpin umat, pimpinan ponpes, pimpinan ormas Islam, para guru agama di seluruh Indonesia dan para muballigh (da’i). Guru agama sering terluput dari evaluasi masalah shalat ini. Kalau guru agama mengajar dan mendidik dengan benar, lulusan SD amat besar potensinya bisa shalat, lulusan SMP bisa shalat sendiri tanpa diperintah ortunya, lulusan SLA bisa shalat berjamaah di masjid, terutama shalat subuh.
Bagaimana Kegiatan dan Konten Pengajian di Berbagai Daerah di Indonesia?
Ibu-ibu atau emak-emak mendominasi dan menyukseskan pengajian di seluruh pelosok Indonesia. Bagaimana dengan jamaah lelaki? Ada, misalnya di Yasinan – Tahlilan setiap malam Jum’at. Ada juga yang melakukan pengajian Ahad Pagi, jamaahnya campuran lelaki dan perempuan, tetapi terpisah, misalnya NU, Muhammadiyah, PERSIS dan MTA, atau majelis-majelis taklim yang tersebar di seluruh tanah air. Dulu ada juga Remaja Masjid sebagai penggerak pengajian Ahad pagi di masjid, semasa Orde Baru. Namun Ikatan Remaja Masjid yang efektif membina remaja dan umum sudah lama dorman (tidak aktif, seperti kondisi mati).
Bagaimana umumnya kegiatan pengajian ibu-ibu di berbagai daerah. Susunan acaranya tentu berbeda antara satu daerah dengan lainnya, namun polanya tampaknya sama, yaitu ada sholawatan, membaca asmaul husna dengan lagu (nadhoman), membaca surah yasin (yasinan), ada juga tanpa membaca yasin. Disambung tahlilan, barulah taushiyah dari ustadz yang waktunya sedikit sehingga belum optimal mendidik umat. Jadi dominan ritualnya.
Padahal sebenarnya ini potensi yang dahsyat jika digerakkan di semua daerah dan diberi edukasi selain ilmu agama atau ilmu umum yang dikaitkan dengan agama. Umat akan melek pengetahuan (mempunyai literasi) yang bermanfaat untuk keluarga umat Islam, pada gilirannya bagi umat islam dan bangsa Indonesia.
Latar belakang Penguatan Ilmu di Pengajian-pengajian
Tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih rendah, rata-rata belum lulus SMP proporsi terbesarnya, maka perlu penyadaran secara besar-besaran agar investasi keluarga dalam pendidikan diutamakan. Negeri tetangga ASEAN sudah jauh lebih maju, apalagi Singapura. Salah satu PR besar kita ialah mendidik umat agar cerdas memilih pemimpin di PEMILU. Pertama kita edukasi TAUHID dan ilmu agama lainnya. Selanjutnya harus mempedomani ilmu pada usaha dan kegiatan praktis bangsa.
Sebagai misal kegiatan PEMILU (dari Pileg, Pilpres sampai Pilkada utk level Provinsi dan Kabupaten / Kota) BUKANLAH PESTA DEMOKRASI dan jangan dipisahkan dari pedoman agama. Rakyat beragama di negara Ber-Pancasila, masak dilarang berpedoman kepada agamanya dalam bertindak?. PEMILU adalah sistem rekruitmen bangsa Indonesia untuk mendapat pimpinan, yakni Presiden, anggota DPR RI dan DPD, Gubernur, DPRD Provinsi dan Bupati Walikota dan DPRD Kab/Kota. Seserius itu, maka jangan di-degradasi menjadi hanya PESTA DEMOKRASI. Mereka yang terpilih itulah yang membawa Organisasi Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota ke arah mana bangsa ini dibawa. Salah pilih akan menyesal tujuh turunan.
Pemimpin yang terpilih di PEMILU itu haruslah yang bisa mewujudkan debat Visi Misi sebelum coblosan. Paling tidak rakyat dididik untuk memilih pemimpin yang bisa menciptakan keamanan, ketertiban, kepastian hukum, Hukum tidak berpihak kepada yang di atas, tetapi membabat yang di bawah, kemudahan dalam bekerja berupa lapangan kerja yang besar, UMR dan Honor profesional (Guru, Dosen, Dokter dll) yang setara dengan saudaranya di ASEAN. Tetapi juga mampu mengendalikan harga barang, agar penghasilan masyarakat tidak banyak pengeluaran atau tekor, akibatnya kita sudah sama-sama paham.
Dunia telah digenggam medsos dan kemajuan AI yang amat pesat, maka berbahaya bagi anak-anak kita yang belum “berakal dan cukup dewasa” diberi HP smart yang mampu menggunakan medsos, pasti akan terancam bahaya yang besar. Oleh karena itu keterampilan medsos perlu diajarkan di pengajian-pengajian, agar seorang ibu atau ortu tidak ketinggalan dalam menjaga putra-putrinya.
Ilmu kesehatan juga perlu diajarkan di pengajian-pengajian, mengingat ancaman kemajuan manusia merekayasa (genetik) berbagai bakteri dan virus untuk tujuan perang dan tujuan lainnya. Bila keluarga kita sehat tentu akan berpotensi berdampak positif pada umat, yakni bisa mencegah agar tidak tertular penyakit. Kedua paham ilmu pengetahuan gizi keluarga, menyebabkan keluarga paham makanan bergizi untuk putra putrinya, maka tubuh anak-anak tumbuh dengan baik, otak optimal bertumbuh dan berkembang sampai 1.000 hari pertama kehidupannya, maka berdampak positif pada peningkatan IQnya. Selanjutnya akan terjadi perbaikan berbagai sektor sektor kehidupan lainnya.
Konsep Pengajian Rutin untuk Penguatan Ilmu dan Agama agar Efektif Dampaknya
Aspek ritual yang dominan pada pengajian-pengajian yang saya sebut di atas, mengurangi potensi untuk mencerdaskan bangsa, sebagaimana tujuan negeri kita di Pembukaan UUD 45. Maka kita bisa mengurangi aspek ritual di pengajian tanpa mengurangi maknanya dan nilai ibadahnya, namun menambahkan aspek ilmu untuk kehidupan jamaah. Tujuannya utuk memperkuat ilmu untuk mengarungi kehidupan dengan sukses dan mencerdaskan anggota pengajian.
Misalnya setiap pengajian dinstruksikan oleh ormasnya maksimal untuk kegiatan ritual (sholawatan, yasinan, tahlilan dll) maksimal 1 jam, Taushiyah ilmu dan agama minimal harus 30 menit dan 10-15 menit untuk tanya jawab (asumsinya Pengajian mulai jam 16.00 sampai 17.00 efektif). Sisanya untuk pengumuman-pengumuman.
Materi taushiyah disusun secara sistematis – semacam ada kurikulumnya, agar tidak overlap antar ustadz. Jangan sampai miskin ilmu – kaya candaan atau guyonan. Dalam 1 tahun ada 52 pekan (kali) pengajian, bisa disusun 5 kali- 5 kali setiap cabang ilmu yang akan diajarkan. Setiap pulang jamaah dibekali fotokopi materi yang diajarkan. Maka dalam waktu setahun jamaah makin tambah ilmu dan semakin cerdas.
Kurikulum pengajian misalnya disusun untuk ilmu Tauhid 5x, Fiqih 5x, Tahsin Al-Qur’an 5x, Tafsir tematis 5x, Tarikh (Sirah Nabawiyah) 5x, Sirah Khulafaur Rosidin 5x, Pedoman Ibadah Khusus (Haji, Umroh, Romadlon, Kurban di Idul Adha) 5x, Manajemen Hidup berkecukupan (pengaturan ekonomi rumah tangga) Islami dan banyak sodaqoh 5x, Memilih dan mengangkat pemimpin dan contoh Pemimpin Amanah di jaman moderen 7x, Persiapan hidup sukses di masa tua dan mempersiapkan kematian yang husnul khotimah 5x (materi berat, tetapi karena sudah tercakup di beberapa materi di atas).
Sebelum sampai ke implementasi konsep tersebut, perlu dilaksanakan capacity building training untuk Panitia Pengajian agar bisa melaksakanan pengajian yang outputnya menguatkan ilmu jamaah rutin, yaitu mampu menyusun kurikulum dan menemukan ustadz yang tepat.
Kemampuan berikutnya ialah memperbaiki sarana pengajian, dan membekali jamaah dengan artikel pendek (satu halaman A4 bolak balik) berisi materi hari itu. Jika artikelnya belum siap, bisa dibagi pada pekan depan. Formatnya mirip bulletin Jum’at yang dibagi gratis di masjid setiap Jum’at. Kemampuan Panitia Pengajian lainnya ialah manajemen waktu, yakni menjaga waktu dengan tepat. Dengan 52 kali pertemuan, in syaAllah umat akan dicerdaskan dan mempunyai pengetahuan agar dapat sukses selanjutnya sampai di masa tua, secara pribadi. Dan secara berjamaah bermanfaat terhadap kampungnya, negerinya Republik Indonesia.
*) Masrifan Djamil adalah aktivis di bidang sosial, organisasi kesehatan dan agama. Doktor ilmu kedokteran, dokter, pakar Kesehatan Masyarakat (MPH), pakar Manajemen RS (MMR), pengalaman sebagai muballigh/pemberi materi pengajian dan khotib (sejak tahun 1980), penulis, tinggal di Semarang.