WARTA NASIONAL – Pagi baru saja datang di Desa Danasari, Pemalang, Jawa Tengah. Di sebuah dapur sederhana, aroma gurih rajungan berpadu dengan wangi bawang putih yang digoreng perlahan. Ibu-ibu dari Kelompok Pengolah dan Pemasar Hasil Perikanan (Poklahsar) Gira Sari sibuk menyiapkan adonan risoles yaitu makanan ringan berisi daging rajungan, sayuran, dan rempah yang mereka olah sendiri.
Dari tangan-tangan perempuan pesisir inilah lahir inovasi kuliner yang bukan hanya mengubah cara pandang terhadap hasil laut, tapi juga membuka ruang untuk bicara tentang kesehatan planet: hubungan antara manusia, laut, dan bumi yang saling bergantung satu sama lain.
“Awalnya kami hanya ingin memanfaatkan sisa hasil tangkapan rajungan, sekarang risoles rajungan jadi produk utama kami, dan semakin banyak orang tahu bahwa makanan laut bisa diolah tanpa harus merusak alam,” ujar Iswiyantono, penggerak kelompok.
Poklahsar Gira Sari ini terletak di Dusun Pejarakan, RT 19/ RW 08 Desa Danasari, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang.
Rajungan, biota laut yang selama ini menjadi komoditas ekspor biasanya dijual mentah dan sebagian sisanya terbuang begitu saja. Harga daging rajungan kerap anjlok ketika pasokan melimpah, membuat nelayan dan pengupas rajungan kehilangan penghasilan.
Namun bagi Gira Sari, sisa tidak berarti sia-sia. Mereka mengubah daging rajungan yang berukuran kecil atau tak layak jual menjadi produk olahan bernilai tambah, seperti risoles, abon, dan nugget rajungan. Sementara limbah cangkangnya dikeringkan dan dijadikan pupuk organik untuk tanaman di pekarangan.
“Kami ingin memastikan tidak ada yang terbuang,” kata Nuryani, salah satu anggota.
Inovasi sederhana ini bukan hanya membuka peluang ekonomi baru, tapi juga menciptakan kesadaran bahwa rantai pangan bisa dibangun dari prinsip nol limbah (zero waste).

Para perempuan pekerja di sebuah mini plan di Desa Danasari, Pemalang. Di mini plan ini, rajungan direbus, dikupas cangkangnya, dan disortir sesuai dengan standar kelayakan kualitas yang diminta oleh pabrik penerima produk.
Menjaga Laut, Menjaga Kesehatan Planet
Bagi warga pesisir, laut bukan sekadar sumber mata pencaharian, ia adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, laut di sekitar pantai Pemalang menghadapi ancaman nyata yakni meningkatnya polusi plastik, sedimentasi, dan perubahan cuaca ekstrem.
Fenomena itu menunjukkan keterkaitan antara krisis lingkungan dan kesejahteraan manusia hal yang kini dikenal sebagai planetary health atau kesehatan planet. Konsep ini menekankan bahwa kesehatan manusia tak bisa dipisahkan dari kesehatan ekosistem yang menopangnya.
Rajungan, misalnya, hidup di perairan dangkal dan sensitif terhadap perubahan kualitas air. Jika laut tercemar mikroplastik atau limbah rumah tangga, maka ekosistem yang menopang rajungan akan terganggu, dan ujungnya berpengaruh pada pangan manusia.
Kesadaran akan keterhubungan inilah yang mendorong kelompok Gira Sari untuk mengolah hasil laut secara bertanggung jawab. Mereka memastikan rajungan yang digunakan berasal dari tangkapan nelayan lokal di wilayah yang masih bersih, diolah tanpa bahan kimia tambahan, dan dikemas dengan prinsip higienis.
“Laut yang sehat akan memberi pangan yang sehat juga, kami ingin masyarakat tidak hanya menikmati hasil laut, tapi juga menghargai proses alam di baliknya,” ujar Iswiyantono.
Kegiatan Gira Sari membuktikan bahwa perempuan pesisir memegang peran penting dalam menjaga keseimbangan antara ekonomi dan ekologi. Dari dapur kecil mereka, tercipta produk yang memberi nilai tambah ekonomi sekaligus mendukung ketahanan pangan lokal.
Inovasi kuliner seperti risoles rajungan juga membantu memperpanjang umur simpan bahan pangan, mengurangi pemborosan, dan memperkuat rantai distribusi di tingkat lokal. Dengan cara ini, Gira Sari tidak hanya memperjuangkan penghasilan, tapi juga kontribusi nyata terhadap sistem pangan berkelanjutan.
Konsep planetary health sering terasa abstrak dalam diskusi akademik, tapi di dapur Gira Sari, gagasan itu hadir secara nyata. Setiap risoles yang mereka buat adalah hasil dari rantai hubungan yang sehat antara alam, manusia, dan pengetahuan lokal.
Ibu-ibu pesisir itu memahami bahwa menjaga laut berarti menjaga tubuh mereka sendiri, anak-anak mereka, dan masa depan komunitasnya. Dalam kesederhanaan, mereka menunjukkan bahwa perubahan global bisa dimulai dari tindakan lokal. Dari wajan yang panas dan tangan yang sabar mengolah hasil laut.
“Kami tidak bicara besar-besar tentang iklim atau planet, yang kami tahu, kalau laut rusak, kami juga yang pertama merasakannya,” kata Nuryani pelan.
Kini produk Gira Sari mulai dikenal di berbagai pameran pangan lokal dan festival kuliner daerah. Risoles rajungan mereka hadir sebagai bukti bahwa inovasi kuliner bisa menjadi bagian dari solusi iklim dan kesehatan planet.***



















